Selasa, 26 Mei 2015

EXPLORE MYANMAR, DAY 5 (MANDALAY)

View from Mandalay Hill

Ini merupakan kelanjutan cerita saya setelah sehari sebelumnya eksplore kota Bagan dalam rangkaian perjalanan saya mengelilingi negeri Myanmar. Cerita saya sebelumnya pada waktu di kota Bagan dapat dilihat disini :


Tidak jauh perjalanan dari Bagan ke Mandalay. Saya yang menggunakan bus malam dari Bagan hanya membutuhkan waktu sekitar 5 jam perjalanan saja. Berangkat dari terminal Bagan jam 11 malam dan sampai terminal Mandalay jam 4 pagi. Begitu sampai Mandalay, saya bersama teman-teman langsung dikerubutin sopir-sopir taxi. Kami pun ngotot-ngototan dengan sopir taxi untuk mendapatkan harga terbaik sewa taxi seharian keliling kota Mandalay. Pilihan paling bijak untuk mengelilingi kota Mandalay jika kita pergi secara berkelompok memang sewa taxi karena jatuhnya akan lebih murah dan lebih cepat. Memakai angkutan umum mungkin bisa namun angkutan umum tidak selalu ada setiap saat pun tidak menjangkau semua objek wisata terlebih lagi bus-bus di Mandalay memakai huruf keriting semua. Bisa ikutan keriting ntar jika harus memakai angkutan umum. Hehe! Jika kita pergi sendiri dan dirasa mahal jika sewa taxi, maka pilihan untuk sewa ojek seharian akan lebih bijak.

Jam 4 pagi tepat kami segera bergegas ke Mahamuni Paya Pagoda untuk menyaksikan prosesi sakral membersihkan wajah budha dan mengganti kain yang menutupi tubuh budha. Prosesi yang dimulai tepat jam 4.30 pagi sampai jam 5.30 pagi setiap hari ini diiringi dengan alunan musik budhis yang sangat indah. Suasana sangat ramai pagi itu. Ada ratusan pengunjung pagoda yang sengaja datang pagi-pagi untuk menghadiri prosesi sakral ini. Yang paling unik dari prosesi ini ialah di pintu masuk pagoda, sebelum acara dimulai telah berjajar berbagai jenis makanan yang merupakan sumbangan penduduk setempat untuk diberikan kepada para biksu. Sayangnya saya tidak boleh icip-icip makanannya :)

Prosesi Sakral di Mahamuni Paya Pagoda

Para Pemain Musik Budhis di Mahamuni Paya Pagoda
Makanan buat diberikan kepada para biksu
Acara bersih-bersih di Mahamuni Paya Pagoda
Sekitar jam 5.30, setelah serangkaian acara sakral membersihkan wajah Budha di Mahamuni Paya Pagoda selesai, kami segera bergegas ke Mandalay Hill untuk mengejar sunrise dari atas pagoda yang terletak di puncak Mandalay Hill. Sayang pagi itu cuaca berawan sehingga matahari tidak nampak dengan jelas. Hanya semburat cahaya kekuningan saja yang menunjukkan kedatangan sang matahari. Suasana mandalay hill itu tampak lenggang dan sepi. Dari atas Mandalay Hill yang terletak di sebuah bukit di belakang komplek istana Mandalay ini tampak dengan jelas suasana kota Mandalay dengan jalanannya yang berbentuk persegi dan teratur. Betah kami berlama-lama disini karena pemandangan yang bagus dan suasana yang sangat tenang. Pagi itu suasana pagoda juga masih sepi dan tidak ada orang yang beribadat. Untuk menuju pagoda di Mandalay Hill harus menaiki ratusan tangga ke atas. Meskipun cuaca berawan sehingga matahari tidak nampak, namun pemandangan kota Mandalay di bawah sangatlah jelas.

Mandalay Hill
Mandalay Hill Pagoda
Pagi harinya, kami langsung melanjutkan perjalanan ke komplek Mandalay Palace atau Istana Kerajaan Mandalay yang berbentuk persegi dan dikelilingi sungai dan pagar yang tinggi setelah sebelumnya sarapan kuliner khas Myanmar terlebih dahlu.. Komplek Mandalay Palace sebetulnya sangat lah luas, namun hanya sebagian kecil saja yang bisa dikunjungi oleh turis. Untuk masuk Mandalay Palace dan semua pagoda yang ada di Mandalay dikenakan tiket terusan sebesar 10.000 kyat (sekitar Rp 120.000). Selain Istana, ada banyak pagoda dan monestary yang bisa dikunjungi dengan tiket terusan ini. Lumayan worth it lah!

Meskipun hanya sebagian kecil dari komplek Mandalay Palace yang bisa dikunjungi, namun karena kompleknya yang cukup luas, kami pun bisa menghabiskan waktu berjam-jam disini. Lumayan gempor juga!  Arsitektur bangunan Mandalay palace ini cukup indah dengan sentuhan khas Myanmar namun hampir semua bangunan yang ada di dalam komplek istana berarsitektur serupa dan berdempetan satu sama lain sehingga banyak bangunan kembar di komplek istana ini. yang patut disayangkan dari istana ini ialah kurangnya informasi bagi turis di setiap bangunan yang ada sehingga kami kurang mengetahui dengan lebih jelas sebetulnya apa fungsi dari masing-masing bangunan yang ada di dalam komplek istana Mandalay ini. Seharusnya penataan istana ini bisa dilakukan lebih baik. Ya semoga kedepannya lebih baik.

Gerbang Mandalay Palace
Komplek Mandalay Palace
Komplek Mandalay Palace
Selain komplek istana yang sangat luas dan beberapa pagoda, tempat menarik lain yang patut dikunjungi selama di kota Mandalay yakni Monastery, atau tempat tinggal dan tempat belajar bagi calon biksu yang masih belajar. Mungkin kalau di Indonesia mirip dengan Pondok Pesantren bagi umat muslim. Beberapa bangunan Monastery yang telah berusia ratusan tahun dengan bentuk bangunan yang unik. Beberapa yang saya rekomendasikan untuk dikunjungi ialah Shwenandaw Monestary dan Atumashi Monestary yang terletak di pusat kota Mandalay.

Shwenandaw Monestary bernuansa warna hitam sedangkan Atumashi Monestary bernuansa warna putih. Kedua bangunan ini letaknya saling berdekatan dan berjarak sekitar 200 meter saja sehingga bisa jalan kaki. Untuk masuk kedua monastery ini juga termasuk dalam tiket terusan sebesar 10.000 Kyat yang telah kami beli. tampak sepi monastery tersebut pada waktu saya datang. Mungkin karena weekdays. Tapi bangunan yang telah berusia ratusan tahun ini masih berdiri dengan kokoh. Takjub!!

Shwenandaw Monestary
Atumashi Monestary
Di Mandalay, saya merasakan lebih mudah menemukan kuliner dan street food  untuk dicoba dibandingkan kota-kota lain di Myanmar. Ada hal unik ketika saya bersama teman-teman sedang sarapan di suatu kedai makanan lokal di salah satu sudut kota Mandalay. ketika kami tengah asyik menyantap makanan, tiba-tiba masuk rombongan biksu - biksu kecil atau biksu anak-anak yang membawa kendi. Ternyata mereka meminta sumbangan baik makanan dan uang. Kakmi yang masih syok dan takjub dengan pemandangan tersebut tidak sadar memberi uang dan memasukkan uang tersebut ke dalam kendi. Padahal seharusnya jika kita kita memberi dalam bentuk uang, sebaiknya cukup dikasih ke tangan mereka, namun jika kita memberi makanan baru kita masukkan ke dalam kendi mereka. Dan orang- orang lebih banyak memberi dalam bentuk makanan ternyata. Pemandangan biksu-biksu yang berjajar meminta makanan di pagi hari ini merupakan pemandangan biasa di kota Mandalay dan kota-kota lainnya di Myanmar. Sayang saya lupa mengabadikan momen tersebut.

Myanmar Street Food
.
Burmese Papaya Salad
Begitu banyak pagoda menarik yang dapat dikunjungi selama di kota Mandalay yang merupakan kota terbesar kedua di Myanmar. Karena hanya sehari saya di kota ini, saya pun memilih untuk mengunjungi beberapa pagoda saja. Beberapa pagoda yang menurut saya sangat menarik yaitu Sandamuni Pagoda dan Kuthoday Pagoda  yang letaknya saling berdekatan. Pagoda ini menurut saya sangat menarik dan unik karena warnanya yang putih mencolok sementara kebanyakan pagoda di Myanmar berwarna kuning keemasan. bentuknya pun berupa kumpulan pagoda-pagoda kecil berwarna putih dengan satu pagoda utama di tengah-tengah sementara pagoda lainnya hanya berupa satu pagoda besar saja. 

Bersama gadis Myanmar di Sandamuni Pagoda :)

Sangat singkat sebetulnya kunjungan saya ke kota Mandalay. Namun kota Mandalay yang berjarak 11 jam perjalanan darat dari kota Yangon ini memang menyuguhkan banyak pemandangan menarik dengan pagoda-pagodanya yang khas. Tunggu cerita saya berikutnya di kota Inwa, Amarapura dan Mingun yang terletak 1 jam saja dari kota Mandalay dalam rangkaian perjalanan saya eksplore "The Golden Land", Myanmar

Ceritta saya hari berikutnya pada waktu explore kota Inwa, Mingun dan Amarapura dapat dilihat disini : http://aufasidix.blogspot.co.id/2015/06/explore-myanmar-day-6-inwa-amarapura.html



Kamis, 21 Mei 2015

EXPLORE MYANMAR, DAY 4 (BAGAN)

Sunrise di Bagan

Cerita perjalanan saya di Bagan ini merupakan kelanjutan dari cerita perjalanan saya mengelilingi Myanmar setelah sehari sebelumnya eksplore kota Bago dan Golden Rock di Kinpun. Cerita saya sebelumnya pada waktu eksplore kota Bago dan Golden Rock dapat dilihat di sini :


Bagan, the herritage city, merupakan kota warisan budaya dunia di Myanmar yang sangat tersohor. Ditetapkan sebagai salah satu situs warisan budaya dunia karena lebih dari 2 ribu pagoda yang tersebar di setiap sudut kota Bagan. The Old Bagan atau kota tua Bagan menjadi saksi bisu sejarah kejayaan kota Bagan di masa silam dengan banyaknya pagoda berusia ratusan tahun bahkan ribuan tahun yang masih berdiri dengan kokoh. Sebetulnya butuh setidaknya waktu 3 hari 3 malam jika ingin eksplore semua kawasan bagan, namun saya sendiri hanya menghabiskan satu hari disini dan memutuskan untuk mengunjungi beberapa pagoda utama saja karena waktu yang terbatas. Sayang memang tapi saya tetap memasukkan bagan dalam list kunjungan wajib saya selama di Myanmar. 

Perjalanan ke kota Bagan sendiri saya tempuh dengan menggunakan bus malam dari Aung Mingalar Bus Station di Yangon selama semalaman dari jam 7 malam dan sampai bagan jam 4 pagi. Situasi di Aung Mingalar Bus Station di Yangon sendiri menurut saya sangat semrawut jadi pastikan dulu kita sudah memesan bus untuk ke Bagan sebelum ke terminal jadi begitu sampai terminal kita bisa langsung menuju ke agen bus yang sudah kita pesan. Satu hal lain  lagi yang penting dan perlu dicatat ialah bus malam di Myanmar itu sangatlah ontime dari segi waktu. Jika berangkat jam 7 malam berarti busnya memang benar-benar berangkat jam 7 malam bukan baru datang ke terminal bus jam 7 malam. Telat 5 menit maka tidak ada ampun dan akan ditinggal. Wuih! Jadi jangan biasakan menggunakan "jam karet" yang sering kita pakai waktu di Indonesia ya jika memakai bus malam di Myanmar kalau tidak mau ditinggal. Hehe!  Saya menggunakan jasa JJ Express untuk sampai Bagan. Bus sempat berhenti dua kali untuk makan dan ke toilet sebelum akhirnya sampai kota Bagan tepat pada jam 4 pagi. Sangat ontime! Salut!

Begitu sampai terminal bus Bagan, kami langsung dikerubutin banyak sopir taxi. Saya bersama dengan empat orang teman langsung mencari mobil untuk disewa di terminal saat itu juga. Sempat ngotot-ngototan dengan harga sewa mobil sebelum akhirnya dapat harga oke untuk sewa mobil selama seharian penuh sampai malam hari. Kami pun tidak menyia-nyiakan waktu untuk segera mencari spot terbaik buat melihat sunrise di Bagan. Sunrise di bagan sekitar pukul 05.30 di bulan Januari pada waktu saya kesana. masih ada waktu sekitar 1 jam sebelum sunrise. Begitu memasuki kota Bagan, kami "dicegat" petugas dan diharuskan membayar 20 ribu kyat atau sekitar Rp 250 ribu untuk membayar semacam tiket terusan ke semua pagoda yang ada di old Bagan. Cukup mahal memang tapi worth lah. hehe!

Larangan  setiap kali memasuki Pagoda di Bagan 
Hamparan Pagoda di Old Bagan
Kami memutuskan untuk mengabadikan sunrise di Shwesandaw Pagoda. Salah satu spot sunrise terbaik di Bagan karena bentuk pagoda yang menjulang tinggi sehingga mampu melihat hamparan pagoda dengan lepas di old bagan menjelang sunrise. Sudah banyak orang ketika kami sampai di pelataran Shwesandaw Pagoda pada pukul 5 pagi. Kami pun harus memanjat ke puncak pagoda agar mendapatkan spot terbaik. Dan jujur ini merupakan salah satu sunrise terbaik yang pernah saya lihat karena latar pemandangan ribuan pagoda menjadikan sunrise ini menjadi tidak biasa. Langit yang cerah dan matahari yang sempurna dengan ratusan balon udara yang entah mendadak muncul darimana. Amazing!! 

Takjub dengan pemandangan sunrise di Bagan, kami pun langsung  melanjutkan perjalanan ke Mount Popa, atau gunung popa dengan pagoda cantik yang ada di atasnya dan terletak sekitar 60 km dari Bagan atau 1,5 jam perjalanan darat dengan kondisi jalanan yang berdebu. Karena letaknya yang jauh kami pun meminta sopir untuk sarapan dulu di salah satu rumah makan yang menyajikan makanan khas Myanmar. Makanan Myanmar menurut saya cukup cocok dengan lidah orang Indonesia, namun yang agak miris bagi saya ialah banyaknya pekerja anak di bawah umur yang bekerja di banyak rumah makan di myanmar atau di bagan pada khususnya. Garis kemiskinan seperti nampak jelas dan kontras dibandingkan dengan banyaknya devisa wisata yang seharusnya didapatkan pemerintah myanmar dari turis.

Mount Popa
Pemandangan dari atas Mount Popa
Sekitar 1,5 jam total perjalanan dari kota Bagan ke Mount Popa. Begitu sampai, saya sempat kebingunan mencari tahu ke arah mana agar bisa naik ke pagoda di puncak Mount Popa karena ternyata jalan menuju atas sudah banyak tertutup dengan para penjual pernak-pernik atau penjaja makanan. Agak merasa hopeless sebetulnya begitu melangkahkan kaki selangkah demi selangkah menapaki tangga menuju ke atas karena kondisi tangga yang menurut saya sangat kotor yang mungkin diakibatkan oleh banyaknya kera-kera liar berkeliaran di sepanjang tangga menuju mount popa. 

Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menuju puncak mount popa. Hawa yang dingin cukup kerasa begitu sampai atas. Sudah banyak orang yang datang ke pagoda di atas mount popa untuk beribadah. Pemandangan lepas dari atas mount popa pun sangat indah. tampak beberapa pagoda kecil di bawah gunung. Meskipun hari sudah cukup terik namun turis maupun penduduk Myanmar yang datang ke pagoda tidak berkurang. Hanya sekitar 1 jam kami menghabiskan waktu dan santai di mount popa. 

Penjual Thanaka di pintu masuk pagoda di mount popa
Pagoda di puncak Mount popa
"Mendaki" pagoda di Mount Popa
Selesai eksplore mount popa, kami pun melanjutkan perjalanan ke old bagan untuk eksplore beberapa pagoda terkenal di sana. Banyak pagoda unik dan cantik yang sempat kami singgahi. Beberapa pagoda yang saya rekomendasikan diantaranya Sulamani Guphaya Temple, Dhammayangyi Temple, Ananda Temple, Buphaya Paya, dan Swezagon Pagoda.  Tidak akan cukup waktunya untuk eksplore seluruh pagoda yang ada di Bagan hanya dalam beberapa hari apalagi hanya satu hari saja seperti yang saya lakukan. Saya pun memutuskan untuk mengunjungi beberapa pagoda utama saja selama di old bagan.


Di Dalam Ananda Temple
Ananda Temple
Pemandangan Old Bagan
Sulamani Guphaya Temple dan Dhammayangyi Temple merupakan salah satu pagoda terbesar sekaligus tertua di Bagan dan wajib juga untuk dimasukin dalam list kunjungan. Letaknya sebetulnya tidak berjauhan hanya saja karena jalanan yang berdebu dan nyaris tanpa penunjuk jalan, sehingga menyewa sopir yang mengerti jalan adalah pilihan yang tepat. Sebetulnya ada banyak cara untuk mengelilingi old bagan yakni bisa dengan menyewa sepeda listrik atau bisa juga dengan menyewa trishaw atau kereta kuda. Menyewa sepeda mungkin akan lebih murah namun kita harus bisa membaca peta sendiri dan waktu yang dibutuhkan relatif lama karena komplek old bagan yang sangat luas sedangkan menyewa trishaw akan lebih mahal sementara mungkin tidak semua tempat bisa kita kunjungi. Pilihan paling bijak jika kita pergi berombongan maka menyewa mobil dengan sopir. Selain lebih hemat biaya sekaligus juga menghemat tenaga dan waktu. Sementara jika kita pergi sendiri dan waktu yang lebih leluasa bisa menyewa sepeda listrik.


Trishaw di Bagan
Bagan River
Pagoda lainnya yang sempat saya kunjungi ialah Buphaya Paya yang terletak di tepi sungai Bagan dan Swezagon Pagoda yang merupakan satu-satunya pagida di Bagan yang seluruh bangunannya dilapisin warna keemasan sehingga sangat mencolok dan eye catching. Salah satu tips penting jika kita bepergian ke kota Bagan ialah bawalah masker, topi dan air mineral yang banyak. Cuaca yang sangat panas ditampah jalanan antar pagoda yang masih berupa jalan tanah dan berdebu menyebabkan perjalanan akan sedikit kurang nyaman jika kita tidak mempersiapkan diri. Saya pun sempat mengalami radang tenggorokan selama di Bagan karena terallu banyak menghirup debu. notedlesson learned!

The World Herritage City, Bagan

Sangat singkat perjalanan saya ke kota tua Bagan. Hanya sehari saja. Seminggu pun saya rasa tidak akan akan cukup untuk eksplore seluruh bagan. Saya harus melanjutkan perjalanan kembali ke kota berikutnya, ibukota kerajaan Myanmar kuno di kota Mandalay.

Cerita saya selanjutnya di kota Mandalay dalam rangkaian perjalanan saya mengelilingi "The Golden Land" Myanmar dapat dilihat disini :

http://www.aufasidix.blogspot.com/2015/05/explore-myanmar-day-5-mandalay.html

Selasa, 12 Mei 2015

EXPLORE MYANMAR, DAY 3 (BAGO dan GOLDEN ROCK)

Cerita ini merupakan kelanjutan cerita saya pada waktu menjelajahi negeri Myanmar setelah hari sebelumnya saya menghabiskan waktu di ibukota Yangon. Cerita sebelumnya pada waktu saya berada di Yangon dapat dilihat di sini :


Bercengkerama dengan biksu-biksu kecil di pelataran Golden Rock, Kyaiktiyo Pagoda
Pada hari berikutnya, saya memutuskan untuk eksplore kota Bago yang berjarak 1 jam perjalanan dari Yangon, sekaligus melanjutkan perjalanan ke arah yang sama menuju golden rock yang berada di kota Kinpun. Sejujurnya tujuan utama saya memang ke Golden Rock, sebuah pagoda berusia ratusan tahun berupa batu emas raksasa yang berada di puncak sebuah gunung. Untuk menuju golden rock sendiri jika memakai kendaraan pribadi bisa menghabiskan waktu antara 3 s.d. 4 jam, namun jika memakai bus atau transportasi umum bisa menghabiskan waktu lebih lama lagi yakni 6-7 jam sekali jalan karena jaraknya yang lumayan jauh dari kota Yangon.

Masuk kota Bago
Salah Satu Pagoda di Bago
Berhubung saya memutuskan untuk one day trip saja ke Golden Rock, berangkat pagi-pagi dan kembali sampai Yangon pada malam harinya. maka saya akhirnya mencarter kendaraan sendiri dengan teman saya untuk menuju golden rock. Niat awal sebetulnya tidak ada rencana untuk mampir ke kota Bago karena mengejar waktu agar bisa kembali ke kota Yangon pada malam hari, namun berhubung dalam perjalanan ke golden rock, kami melewati kota Bago maka saya putuskan untuk sejenak singgah ke kota Bago untuk sekedar mampir ke beberapa pagoda unik dan cantik yang ada di kota ini. Dibutuhkan uang sebesar 10.000 Kyat (atau sekitar Rp 120.000) untuk membayar ticket pass kota Bago. Tiket ini semacam tiket terusan selama kita berada di kota Bago dan tidak perlu membayar lagi setiap kali memasuki pagoda yang ada di kota Bago. Saya sendiri memutuskan untuk hanya beberapa jam saja di kota Bago karena beberapa objek wisata memang berkumpul di satu tempat sehingga mudah untuk dieksplore pun pagoda yang ada juga tidak banyak.

Kyaik Pun, Sitting Buddha Pagoda in Bago

Shwethalyaung, Sleeping Budha Pagoda in Bago

Memang aktivitas wisata di kota Bago kurang lebih sama dengan di Yangon yakni mengunjungi beberapa pagoda yang beberapa diantaranya bahkan sudah berusia ribuan tahun. Wow! Salah satu pagoda yang sangat menarik perhatian saya adalah pagoda shwethalyaung pagoda, salah satu sleeping budha pagoda terbesar di Myanmar yang berada di kota Bago. Setidaknya ada dua pagoda dengan "sleeping budha pagoda" yang berdekatan satu sama lain. yang satu berada di dalam pagoda sedangkan satunya lagi berada di luar pagoda. Ada pula Standing Buddha Pagoda yang waktu itu cukup ramai dikunjungi orang-orang.

Bago sesungguhnya kota kecil, dan banyak pagoda-pagoda besar yang jaraknya berdekatan sehingga tidak butuh waktu banyak untuk eksplore kota Bago. Untuk masuk kota Bago, dikenakan biaya 10.000 Kyat ( Atau sekitar Rp 120.000) untuk masuk ke suluruh pagoda yang berada di kota Bago dan bisa dibayar di pagoda manapun. Saya sendiri hanya menghabiskan kurang dari tiga jam saja untuk eksplore kota Bago karena saya berniat untuk melanjutkan perjalanan ke golden rock pada hari yang sama juga hari itu.
Kyaiktiyo Pagoda
Penjaja Makanan di Golden Rock
Perjalanan dari kota Bago menuju Golden Rock saya tempuh sekitar 3 jam perjalanan. Sempat mampir sebentar di tengah perjalanan untuk makan siang di sebuah rumah makan yang menyediakan menu khas Myanmar dengan gadis pramusaji yang mengenakan pakaian adat myanmar dengan bedak thanaka yang tebal-tebal di mukanya. Duh, sayang saya lupa nama restonya. Sangat unik! hehe

Perjalanan menuju kyaiktiyo pagoda atau yang lebih dikenal dengan nama "Golden Rock" tidak bisa ditempuh langsung dengan kendaraan pribadi maupun transportasi umum dari Yangon. Mobil yang saya tumpangi hanya mengantar sampai Terminal Bus Kyaiktiyo dan dari sini masih harus dilanjutkan dengan menumpang sebuah truk bak terbuka untuk sampai golden rock yang berada di puncak sebuah gunung. Truk bak terbuka? Ya, karena ternyata perjalanan menuju golden rock tersebut harus melalui jalan yang berliku dan terus menanjak sampai atas sehingga hanya kendaraan truk yang bisa sampai atas. Truk yang dijejali banyak penumpang ini membutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk menuju Golden Rock.

Golden Rock
Golden Rock
Ada banyak truk serupa yang mengangkut penumpang yang berencana mengunjungi Golden Rock. Entah mengapa truk yang saya tumpangi serasa lama sekali di perjalanan. Sempat agak mual dengan kondisi jalan yang terjal dan berkelok-kelok. Truk pun sempat beberapa kali berhenti di tengah perjalanan  atau mungkin lebih tepatnya "diberhentikan" oleh orang-orang di pinggir jalan untuk meminta sumbangan. Saya sendiri kurang begitu paham maksud dari sumbangan-sumbangan ini karena mereka berbicara dengan bahasa Myanmar, namun ternyata tidak sedikit juga penumpang yang memberikan sumbangan. Tidak heran orang Myanmar dikenal sebagai salah satu bangsa yang paling dermawan di dunia.

Selama di Golden Rock, banyak sekali dijumpai turis asing disini meskipun warga lokal yang secara khusus datang kesini untuk beribadat juga tidak kalah banyak. Saya yang iseng mengenakan longyi, sarung khas Myanmar pun sempat beberapa kali disangka sebagai orang Myanmar yang akan beribadat ke Golden Rock. Pemandangan dari Golden Rock sangatlah indah. Terletak di atas gunung, saya bisa memandang lepas perkampungan yang ada di bawah gunung. Banyak biksu-biksu yang masih muda atau bahkan masih anak-anak yang beribadat ke golden rock. Saya pun tidak mensia-siakan untuk mengabadikan momen ini. hehe.
Kuli Panggul di Golden Rock
Pelataran Golden Rock
Yang patut disayangkan selama di Golden Rock ini ialah masih banyaknya pedagang kaki lima yang menjajakan jajanannya di dalam pagoda sehingga mengurangi kekhidmatan orang yang secara khusus ingin beribadat disini. Banyaknya pedagang ini juga menyebabkan lingkungan sekitar Golden Rock terlihat kotor dan agak semrawut. Di Golden Rock juga terdapat banyak kuli panggul yang mengangkut tas-tas atau koper turis yang hendak menginap di area golden rock karena untuk menuju golden rock memang melalui jalan yang terus mendaki.

Sebetulnya saya masih ingin berlama-lama di Golden Rock. Selain karena saya baru sampai di Golden Rock pada sore hari, juga karena saya penasaran dengan pemandangan Golden Rock di malam hari. Namun karena saya harus balik ke Yangon untuk melanjutkan perjalanan ke kota Bagan pada malam hari, maka saya memutuskan untuk tidak menginap di Golden Rock. Truk terakhir dari golden rock ke terminal bus kyaiktiyo terakhir pada jam 17.30. Jika kita ketinggalan truk terakhir maka bisa dipastikan kita harus menginap di golden rock yang terletak di atas gunung. Truk terakhir jam 17.30 juga untuk menghindari perjalanan truk di malam hari dikarenakan jalanan yang menurun curam dan gelap. Memang sehari saja untuk eksplore kota Bago dan Golden Rock sekaligus sangatlah singkat karena saya harus melanjutkan perjalanan saya ke kota Bagan.

Tunggu cerita saya selanjutnya di kota Bagan dalam rangkaian perjalanan saya mengelilingi "The Golden Land" Myanmar daapt dilihat di sini :

http://www.aufasidix.blogspot.com/2015/05/explore-myanmar-day-4-bagan.html

Minggu, 03 Mei 2015

EXPLORE MYANMAR, DAY 1-2 (YANGON)

Yangon City View
Myanmar, negara yang dulu terkenal tertutup karena krisis politik yang berkepanjangan tapi sudah mulai terbuka terhadap pendatang tahun-tahun belakangan ini memang sangat eksotik. Disebut sebagai The Golden Land, karena ribuan pagoda cantik yang tersebar di hampir seluruh pelosok negeri. Gampang sekali mengemukan pagoda untuk beribadat umat budha di Myanmar ini karena memang lebih dari 90% masyarakat Myanmar menganut agama budha. Di tiap sudut jalan hampir bisa dipastikan ada pagoda. Bahkan hotel saya menginap di Yangon (Orang lokal menyebut Yangon dengan lafal yang mirip-mirip kata “Yangko”), Ibukota Myanmar, bersebalahan dengan pagoda cantik. Selama seminggu saya di Myanmar pun rasanya masih kurang untuk eksplore seluruh pelosok Myanmar.

Kuliner khas Myanmar
Culture shock  yang pertama kali saya temui begitu menginjakkan kaki di Myanmar tepatnya di ibukota Yangon sebagai pintu gerbang masuk ke Myanmar ialah  taxi bandara yang posisi sopirnya di sebelah kanan padahal mobilnya jalan di sebelah kanan. Meskipun kendaraan di Myanmar berkendara di sisi kanan jalan, namun mayoritas mobil – mobil di Myanmar memiliki letak kemudi di sebelah kanan pula. Wah! Ngeri-ngeri sedap jika kita duduk di samping sopir dan mobil melaju dengan kencang.

Hal- hal unik lain yang saya temui selama di Yangon dan dimanapun kita berada selama di Myanmar yakni kegemaran laki-laki myanmar mengunyah sirih. Bahkan bisa dibilang tiada hari tanpa mengunyah sirih bagi mayoritas laki-laki Myanmar.  Sopir taxi yang saya tumpangi pun selalu mengunyah sirih kapanpun dan meludah dimanapun :). Maksudnya meludah dimanapun ini, misalnya ketika sedang naik taxi dan berhenti di lampu merah,  sang sopir bisa kemudian membuka kaca mobil dan meludah keluar. Ehm, mudah-mudah2an sih tidak mengenai orang. Lol! Sepertinya sirih lebih terkenal dibanding rokok di Myanmar. Hampir semua laki-laki dewasa Myanmar mengunyah sirih. Agak jarang saya melihat orang merokok di Myanmar kecuali mungkin anak-anak muda yang mulai terpengaruh budaya luar, sedangkan bapak-bapak masih lebih suka mengunyah sirih.

Memakai Longyi
Long Yi atau biasa kita sebut sarung jika di Indonesia pun sangat lumrah dipakai oleh laki-laki Myanmar dimanapun dan kapanpun. Dimanapun karena saya biasa melihat laki-laki myanmar mengenakan “sarung” di jalan-jalan, di mall, atau bahkan ke sekolah. Sepertinya celana jeans kurang laku disini. Saya pun iseng mencoba memakai longyi yang ternyata cara mengenakannya pun cukup ribet bagi yang belum terbiasa dan tidak seperti mengenakan sarung biasa seperti di Indonesia meskipun penampakan longyi tersebut tidak berbeda dengan sarung pada umumnya sampai-sampai saya harus meminta bantuan orang untuk mengajari saya cara yang benar mengenakan longyi. hehe

Wanita Myanmar pun terlihat selalu memakai Thanaka / bedak muka yang tebal-tebal kemanapun. Tebal disini maksudnya tidak sekedar berdandan “menor” seperti kebanyakan wanita modis di kota-kota besar, namun terdapat perbedaan yang jelas antara muka yang dikasih thanaka dengan yang tidak dikasih thanaka sehingga malah lebih mirip memakai topeng daripada memakai bedak :p. Katanya sih itu merupakan rahasia kecantikan gadis-gadis Myanmar. Entahlah :). Hal yang menurut saya sangat unik dan hanya bisa dijumpai di Myanmar. Takjub!!

Hanya dua hari saya habiskan di ibukota Myanmar, Yangon. Kota Yangon sendiri menurut saya tidak terlalu besar untuk ukuran ibukota sebuah negara meskipun mulai banyak pembangunan di beberapa tempat. Gedung pencakar langit dan mall yang biasa dijumpai di kota besar sepertinya bisa dihitung dengan jari di Yangon.  Di Yangon bahkan tidak ada sepeda motor, namun taxi banyak sekali. Usut punya usut, ternyata sepeda motor tidak boleh beroperasi di kota Yangon. Entah mengapa. Wah!

Chaukhtatgyi Paya Pagoda, The Sleeping Budha Pagoda
Sule Pagoda
Kaban Aye Pagoda dan Budhist Art Center

Nga Htat Gyi Pagoda, The Sitting Budha Pagoda

Selama di Yangon, saya sering sekali mengunjungi banyak pagoda disini. Banyak sekali pagoda menarik yang bisa kunjungi di Yangon mulai dari Swedagon Pagoda, pagoda terbesar di Myanmar, Sule Pagoda yang terletak di tengah-tengah persimpangan jalan, Kaba Aye Pagoda beserta Budhis Art Museum yang ada di dalamnya, Chaukhtatgyi Paya Pagoda dengan Patung Budha tidur sepanjang 70 meter serta banyak pagoda lainnya. Pemandangan pagoda disini sangatlah biasa dan bertebaran dimana-mana.

Swedagon Pagoda
Swedagon Pagoda
Swedagon Pagoda
Yangon pun tidak melulu tentang pagoda. Banyak tempat lain selain pagoda yang sempat saya kunjungi selama di Yangon. Tidak jauh dari Sule Pagoda, terdapat Lapangan Mahabandoola dan monumen kemerdekaan (Independent monument). Di sekitar lapangan ini banyak sekali bangunan-bangunan bersejarah seperti High Court building dengan menara jamnya, City hall, pasar bogyoke , dan Katredal St. Marry. Jika kita berkunjung ke Swedagon Pagoda pun kita bisa sekalian mengunjungi Museum Nasional dan People Park yang tepat berada di belakang Swedagon Pagoda.

Independent Monument
Mahabandoola Park
City Hall
Setiap saya mengunjungi suatu kota, saya pasti menyempatkan diri untuk santai dan duduk-duduk di taman kota. Di Taman kota kita bisa melihat aktivitas penduduk lokal dengan lebih baik. Berbicara mengenai taman yang ada di Yangon, dari beberapa taman kota, saya paling suka dengan Taman Kandawgyi dengan danaunya yang luas dan berlatar belakang Swedagon Pagoda yang megah. Di tengah-tengah taman terdapat Karaweik Hall yakni restoran terapung tepat di pinggir danau. Banyak sekali warga setempat yang datang ke taman waktu sore hari ketika saya kesana.

Meskipun Myanmar sudah bukan negara tertutup lagi dan sudah mulai membuka diri kepada wisatawan asing setidaknya sejak sekitar 2-3 tahun yang lalu, namun Myanmar masih sangat menarik untuk didatangi karena banyak tempat di pelosok Myanmar yang masih sangat kental budayanya dan menjaga warisan budayanya yang terlihat dari kearifan lokal penduduk Myanmar. Bagi yang belum sempat ke Myanmar, ayo segera masukkan ke list dan kunjungi ke Myanmar sebelum menjadi semakin ramai dengan turis. Hehe ^_^


Kandawgyi Park dengan Latar Belakang Karawaek Hall

Cerita saya hari berikutnya di kota Bago dan Kinpun dalam rangkaian perjalanan saya mengelilingi Myanmar dapat dilihat disini :

http://aufasidix.blogspot.com/2015/05/explore-myanmar-day-3-bago-golden-rock.html,