Selasa, 09 Juni 2015

Eksplore Angkor Wat Kamboja

Pagi di Angkor Wat
Sudah lama saya memimpikan menginjakkan kaki di jejak-jejak peninggalan kerajaan kuno di Angkor Wat, Siem Riep, Kamboja yang disebut-sebut sebagai salah satu situs arkeologi terbesar di dunia yang akhirnya kesampaian juga ketika saya diberi kesempatan untuk eksplore Siem Riep di Kamboja pada bulan Maret 2015 yang lalu. Menjelajahi puluhan Wat / Temple di Kawasan Angkor, Siem Riep, tidak akan pernah cukup hanya dalam waktu 1-2 hari saja. Dengan total lebih dari 80 Wat, perlu waktu sampai berminggu-minggu jika ingin mengeksplorasi semuanya. Saya yang hanya menghabiskan waktu selama 2 hari di Siem Riep pun akhirnya “terpaksa” memilih candi-candi utama saja di kawasan Angkor untuk dijelajahi seperti bayon, angkor, thom, dan candi–candi besar lainnya. Perjalanan yang sangat singkat memang namun sarat pengalaman seru. Hehe!

Angkor Thom

Wat Bayon
Menjelajahi kota siem riep dengan angkor watnya seolah seperti kembali ke kamboja masa lalu. Betapa angkor wat yang disebut-sebut sebagai komplek wat / temple terbesar di dunia benar-benar menunjukkan sisa-sisa kejayaan Kamboja pada masa silam.  Banyak wat yang masih berdiri dengan kokoh. Untuk memasuki kawasan angkor wat ini, saya dan juga turis-turis yang lain diwajibkan membayar sebesar USD 20 untuk waktu kunjungan selama 1 hari. Karena saya sampai Siem Riep pada sore hari dan saya membayar untuk keesokan harinya maka saya mendapat akses gratis sore itu ke angkor wat untuk melihat sunset. Cukup worth it lah dengan biaya segitu! 

Saya yang bersama dengan 3 orang teman ketika eksplore Siem Riep memutuskan untuk menyewa tuk-tuk seharian agar lebih hemat waktu dan biaya.  Untuk mencari tuktuk di siem riep untuk disewa seharian tidaklah sulit. Tuktuk bertebaran dimana-mana. Namun pastikan kita harus menawar harga dan deal di awal serta pastikan rute-rute mana saja yang akan kita lalui. Waktu itu karena terjadi kesalahpahaman antara kami dan supir tuktuk dimana kami merencanakan untuk eksplore juga beberapa museum dan kawasan night market yang masih di dalam kota Siem Riep, ternyata itu tidak termasuk dalam tour angkor wat sehingga kami harus menambah biaya ekstra buat sewa tuk-tuk. Sempat adu mulut dengan supir tuk-tuknya karena kami sudah sewa tuktuk seharian. ehm, lesson learned :)

Dari puluhan wat yang sempat saya singgahi, Angkor Thom yang menurut saya paling eksotik dengan banyaknya wat yang dililit akar-akar pohon yang sangat besar sehingga menimbulkan kesan mistis. Apalagi suasana di dalam Angkor Thom yang penuh labirin dan jalan yang berliku. Tidak heran kawasan angkor thom ini dijadikan syuting film tom raider-nya "Angelina Jolie". Sejak masuk sebagai lokasi syuting film hollywood, kawasan angkor thom menjadi sangat ramai ketika saya datang. untuk foto saja saya harus sabar antri dengan turis yang lain. Pohon raksasa yang melilit sebuah wat yang dijadikan lokasi favorit buat foto-foto pun sudah dipagari  untuk menghindari ulah jahil wisatawan yang berusaha memanjat pohon dan dikhawatirkan akan merusak wat. 
Di Dalam komplek Angkor Wat
Matahari Terbit di Angkor Wat
Bayon
Salah satu wat yang masih dipugar
Angkor Thom
Danau di Angkor Wat
Meski sudah menjelajahi kawasan angkor wat seharian mulai dari melihat sunrise di angkor wat sampai melihat sunset di Phnom Bakheng, rasanya masih belum puas dan belum cukup. Komplek angkor wat memang sangat besar. Namun objek wisata di Siem Riep tidak hanya angkor wat dengan puluhan watnya. Jika kita suka dengan sejarah ada banyak museum menarik yang bisa didatangi selama di Siem Riep. Ada danau tonle lap juga  yang memanjakan mata siapapun yang datang kesana apalagi menjelang sunset. Jadi Siem Riep tidak hanya melulu mengenai angkor wat meskipun memang daya tarik angkor wat lah yang membuat turis berbondong-bondong datang ke Kamboja.

Salah satu museum di Siem Riep yang sempat saya kunjungi dan cukup membekas di ingatan saya ialah museum perang. Sebetulnya museum perang di Siem Riep ini biasa saja, Tiket masuknya pun cukup mahal sebesar USD 5. Benda-benda peninggalan di museum perang ini pun kebanyakan sudah rusak seperti bekas tank atau senjata. Namun yang membuat saya berkesan  adalah penjelasan dari guidenya yang sangat memukau. Guide yang menemani saya merupakan mantan tentara dan pejuang kamboja  yang telah kehilangan seluruh keluarganya akibat perang serta kakinya hancur akibat menginjak ranjau sehingga ia harus memakai kaki palsu pada waktu kamboja dilanda perang saudara yang menghabiskan seperempat dari populasinya. Salah satu tragedi kemanusian dan pembantaian terbesar yang pernah terjadi di dunia. Dari penjelasan guide terebut saya pun tercengang dengan fakta bahwa sampai dengan detik ini setiap minimal 4 hari sekali ada satu orang yang tewas akibat menginjak ranjau yang ditanam pada waktu zaman perang dan tersebar dimana-mana. Negeri Kamboja yang sekarang ibarat sebuah ladang ranjau raksasa dan bukan tidak mungkin masih bisa dengan mudah ditemukan ranjau yang tersembunyi dan di tanam di dalam tanah. Sejenak saya seperti dibawa kembali ke zaman memilukan pada waktu Kamboja dilanda perang saudara dan dibawah rezim khmer.

Guide di Museum Perang Siem Riep
Menghabiskan malam hari di Siem Riep juga sangat menarik seperti eksplore kawasan night market dan pub street yang ramai dengan orang-orang, pasar souvenir dan street foods. Ini merupakan kawasan paling happening di siem riep jika malam tiba. Saya  mencoba menyusuri kawasan night market ini dari ujung pasar souvenir yang banyak penjual cinderamata sampai ke pub street yang banyak kafe dengan musik yang memekakkan telinga. Suasana sangat ramai saat itu dengan turis lalu lalang di tengah jalan dan berbaur dengan warga lokal.

Di kawasan night market ini banyak sekali jajanan yang menggiurkan. Saya sempat icip-icip makanan khas kamboja yang menurut saya sangat enak yakni amok dan khmer curry dengan kuah yang kental dan sangat beraroma rempah-rempah. Sangat enak! Namun saya merasa harga makanan di kawasan Siem Riep ini cukup mahal. Mungkin karena kawasan turis sehingga harganya menjadi mahal. Jika kita membeli souvenir di night market pun sebaiknya tawar yang sadis karena harganya memang dinaikkan teerlebih dahulu sebelum dijual ke turis.

Pub Street di kawasan night market
Fruit Shake di Night Market
Khmer Curry, Cambodia Traditional Food
Lukisan yang dijual di beberapa wat di kawasan angkor
Plae Teuk Dos, buah khas kamboja
Eksplore kawasan angkor wat seharian dimulai dari melihat sunrise pada dini hari di depan Angkor Wat sampai menikmati sunset dan refleksi sinar matahari sore di bukit Pnomh Bakheng dilanjutkan dengan menikmati malam di siem riep di kawasan night market menjadikan perjalanan saya eksplore angkor wat menjadi sempurna. Apalagi cuaca sangat cerah selama seharian penuh. Suasana jalanan di Siem Riep juga tidak seramai yang saya bayangkan meski beberapa kali saya menjumpai turis yang lalu - lalang di jalan-jalan.

Angkor Wat

Cukup singkat perjalanan saya menyusuri Angkor Wat di Siem Riep Kamboja. Hanya 2 hari  1 malam. Saya harus melanjutkan perjalanan saya kembali ke kota Phnom Penh dalam rangkaian perjalanan saya menyusuri negeri Kamboja. Tunggu cerita saya berikutnya di Phnom Penh (bersambung)...............

Senin, 01 Juni 2015

EXPLORE MYANMAR, DAY 6 (INWA, AMARAPURA, MINGUN)

Mingun Pahtodawgyi, bangunan batubata terbesar di dunia
Ini merupakan kelanjutan cerita saya setelah eksplore kota Mandalay dalam rangkaian perjalanan saya mengelilingi negeri Myanmar. Cerita saya sebelumnya pada waktu di kota Mandalay dapat dilihat disini :


Mengapa saya memilih kota Inwa, Amarapura, dan Mingun? Kota-kota ini terletak di sekeliling  kota Mandalay dan hanya berjarak 1 jam saja dari kota Mandalay. Sayang sekali jika kita memutuskan untuk mengunjungi kota Mandalay tapi tidak sekalian ke kota Inwa, Amarapura, dan Mingun. Tapi bukan karena jarak yang dekat dari Mandalay saja yang menjadikan saya bersemangat untuk eksplore ke kota-kota tersebut, namun lebih karena kota-kota tersebut terutama Mingun merupakan bekas pusat kerajaan Myanmar kuno dengan raja Bodawpaya pada waktu itu yang membangun  banyak bangunan - bangunan penting yang masih bisa kita nikmati hingga saat ini. Ok, let's begin the journey :)

Kota Mingun terletak di tepian sungai Ayeyarwadi, Mandalay. Sewaktu saya kesana, banyak sekali turis lokal yang datang karena memang bertepatan dengan hari libur. Cuaca juga sukup panas dan menyengat saat itu. Di Mingun masih sangat jarang sekali dijumpai turis asing. Turis asing yang datang ke Mingun sepertinya bisa dihitung dengan jari termasuk saya dan teman-teman yang berkali-kali sukses dikira warga Myanmar. Waktu pada waktu saya bilang bahwa saya orang Indonesia, seketika orang-orang terkejut karena memang jarang turis asing yang kesini apalagi dari Indonesia. Suasana sangat ramai waktu itu. 

Mingun  Bell
White Pagoda
Salah satu daya tarik luar biasa di Mingun yakni Mingun Pahtodawgyi yang diakui sebagai bangunan batu bata terbesar di dunia . Benar-benar bangunan dengan batubata terbesar yang pernah saya lihat. Dibangun pada abad ke 18, bangunan ini tidak pernah selesai dibangun karena pernah terkena gempa bumi sehingga merusak struktur dan pondasi bangunan. Meskipun demikian, saya bersama turis-turis yang lain masih bisa menapaki tangga untuk mencapai atap Mingun Pahtodawgyi. Dari atas Mingun Pahtodawgyi terlihat dengan jelas sungai Ayeyarwadi dengan kapal yang sesekali lewat. Meskipun cuaca sangat panas waktu itu namun pemandangan dari atas cukup bagus. Banyak biksu yang naik ke atas juga. Di bawah Mingun Pahtodawgyi memang terdapat pagoda yang sering kali dipakai buat beribadat. 

Tempat lain yang patut dikunjungi di Mingun yakni Mingun Bell dan "White Pagoda" Hsinbyume yang letaknya masih sederetan dengan Mingun Pahtodawgyi dan bisa dicapai dengan jalan kaki saja. Mingun Bell dengan bell / lonceng sebesar 90 Ton merupakan bell terbesar kedua di Dunia. Sayang sekali suasana sangat ramai pada waktu itu sehingga saya kurang dapat mengabadikan dalam foto dengan baik. Hsinbyume  Pagoda, yang terletak di sebelah Mingun Bell, merupakan satu dari hanya sedikit pagoda di Myanmar yang berwarna putih seluruhnya. Bedanya dengan pagoda lainnya di Myanmar ialah, di Hsinbyume Pagoda, kita dapat naik sampai stupa paling atas. Meskipun suasana sangat ramai saat itu, namun saya tetap bersemangat untuk naik ke atas. 

Pemandangan dari atas Mingun Pahtodawgyi

Puas ubek-ubek kota Mingun, saya melanjutkan perjalanan ke kota Inwa yang berjarak setengah jam saja dari Mingun. Inwa juga menyimpan kekayaan budaya masa lalu dengan bangunan-bangunan herritage yang masih terpelihara dengan baik. Untuk menuju Inwa, mobil yang saya naiki hanya sampai ke dermaga saja, selanjutnya saya harus naik perahu untuk menyeberangi sungai karena Inwa terletak di seberang sungai. Tidak lama, hanya sekitar 5-10 menit saja naik perahu.

Begitu perahu merapat di dermaga Inwa di seberang sungai, kami langsung dikerubutin para pemilik trishaw untuk menawarkan jasanya mengantar kita keliling inwa. Demi menghemat waktu, akhirnya kami pun menyewa Trishaw yang berkapasitas maksimal 4 orang ini untuk keliling Inwa. Setidaknya ada 5 bangunan utama yang wajib dikunjungi selama di Inwa mulai dari Pagoda sampai monastery, namun karena kami juga harus mengejar sunset di Amarapura sementara hari sudah cukup sore pada waktu kami sampai ke Inwa, kami hanya mengunjungi dua objek utama saja yakni Aya Palace Site dan Maha Aungmye Bonzan Monastery yang terletak searah.

Maha Aungmye Bonzan Monastery, Inwa
Jalanan berdebu di Inwa
Sedikit saran saya jika kita berkunjung ke kota Inwa ialah sebisa mungkin bawalah masker. Jalanan yang masih berupa tanah dan berdebu ditambah trishaw yang hilir mudik membuat debu bertebangan kesana kemari. Saya sendiri sempat sampai radang tenggorokan dan flu gara-gara debu di Inwa. Apalagi cuaca sangat terik waktu itu.

Setelah puas menyusuri kota Inwa, kami pun melanjutkan perjalanan ke Amarapura untuk mengejar sunset dari jembatan kayu U Bein's yang pada waktu saya lihat di foto-fotonya sebelum kesini sih sangat bagus sehingga saya penasaran ingin melihat langsung. Perjalanan ke Amarapura sendiri saya tempuh sekitar 1 jam berkendara dari Inwa.

Taungthaman Lake, Amarapura
Hari sudah cukup sore ketika kami sampai ke Amarapura. Suasana sangat ramai pada waktu itu. Turis banyak sekali yang datang karena selain bertepatan dengan hari libur juga karena tepat ini memang selalu menghiasi halaman depan brosur wisata di Mandalay dan sekitarnya. Jembatan U Bein sepanjang 1,2 km ini membelah danau Taungthaman dan telah berusia 200 tahun. Struktur jembatannya sih sederhana hanya berupa jembatan kayu kecil dengan lebar sekitar 3 meter. Namun jembatan kayu ini seolah mampu menyihir siapapun yang datang kesini untuk betah berlama-lama disini karena pemandangan di sekitar jembatan ini yang indah.

U Bein Bridge, Amarapura
Sunset at Amarapura
Pemandangan sunset yang indah di Amarapura mengakhiri perjalanan saya di Myanmar. Sangat singkat sebetulnya waktu selama seminggu di Myanmar. Malam itu saya harus kembali ke Yangon dengan menggunakan bus malam dan kembali lagi ke Indonesia keesokan harinya. Bye Myanmar ^_^