Sabtu, 29 November 2014

TREKKING DI BUKIT LAWANG

Bersama teman backpacker dari Rusia dan Perancis
Ini merupakan kisah lanjutan saya setelah sehari sebelumnya eksplore kota Medan seharian. Hanya menghabiskan waktu sangat singkat pada akhir pekan membuat saya memutuskan untuk hanya eksplore kota Medan satu hari saja dan satu hari sisanya yakni di hari minggu tanggal 21 Oktober 2012, saya putuskan untuk eksplore kawasan ekowisata Bukit Lawang yang terletak di Taman Nasional Gunung Leuser, perbatasan antara Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan Provinsi Sumatera Utara. Saya sendiri menuju bukit lawang pada sabtu malam dari kota Medan dan memutuskan untuk menginap dan menghabiskan malam di bukit lawang.

Sungai Bahorok
Perjalanan dari kota Medan menuju pintu masuk ekowisata Bukit Lawang ditempuh kurang lebih selama 3 jam perjalanan dengan bus/elf melewati kota Binjai dan perkebunan kelapa sawit di sepanjang perjalanan. Saya sendiri naik elf dari terminal pinang baris kota Medan. Disitu banyak elf yang ngetem ke segala jurusan. Berhubung saya duduk tepat di belakang sopir, sepanjang perjalanan saya malah lebih disibukkan dengan melihat dengan was-was kendaraan lain di depan elf yang saya tumpangi daripada pemandangan di kiri kanan jalan karena gaya nyopir sang sopir yang bikin jantung deg-degan. Lumayanlah 3 jam perjalanan yang cukup menegangkan. Hahaha!

Siap-Siap Trekking
Siap-siap masuk Taman Nasional
Aktivitas wisata di kawasan ekowisata Bukit Lawang pun sangat beragam. Mulai dari trekking ke tengah hutan Gunung Leuser dan jika beruntung maka akan bertemu orang utan liar di habitat aslinya, Tubbing di Sungai bahorok, atau sekedar “leyeh-leyeh” di penginapan yang tersebar di pinggiran sungai sambil melihat aktivitas orang-orang di sepanjang sungai. Meskipun terletak di pinggir taman nasional dengan hutan belantaranya yang masih sangat asri, jangan salah kalau ternyata kawasan ekowisata Bukit Lawang ini sudah sangat terkenal oleh turis mancanegara dibuktikan dengan banyaknya pub/bar/cafĂ© di sepanjang sungai bahorok yang membelah kawasan Bukit Lawang, tepat sebelum pintu masuk area Taman Nasional. Kalau malam pun hingar bingar nightlife pun bertebaran dengan music yang memekakkan telinga. Jedag-Jedug,Jedag-Jedug! Kontras dengan kicauan burung dan suara binatang hutan yang bakal kita dengar di pagi harinya. Entah mengapa saya merasa kawasan ekos\wisata bukit lawang di Binjai, Sumatera Utara, ini lebih terkenal bagi wisatawan asing dibandingkan wisatawan domestik. Hal ini terbukti dengan banyaknya turis asing yang ikut trekking. Bahkan saya satu-satunya wisatawan lokal yang ikut trekking ke dalam hutan.
Nemu Air Terjun
Ketemu monyet
Istirahat sebentar. I'm the only local here :D
Saya mencoba trekking ke tengah hutan Gunung Leuser selama kurang lebih 4 jam jalan kaki, bertemu dengan monyet-monyet hutan, dan “seharusnya” bertemu dengan orang utan liar, namun sayang sepertinya orang utan Gunung Leuser sedang malu-malu menampakkan batang hidungnya, dan yang paling seru ialah rafting dengan menggunakan ban yang yang sudah disusun sedemikian rupa menjadi semacam perahu menyusuri sungai bahorok selama kurang lebih 7 km sebagai penutup dari aktivitas trekking ke dalam hutan yang lumayan melelahkan. Nice! Dan satu hal yang entah justu membuat saya merasa miris atau bangga karena ternyata lebih banyak turis mancanegara yang ke bukit lawang ini untuk bertemu langsung orang utan di habitat aslinya daripada turis lokal.

SATU HARI DI KOTA MEDAN


Masjid Raya Al Mahsun Medan
Ingin sedikit berbagi perjalanan singkat saya selama 1 hari saja di kota Medan pada hari sabtu, tanggal 20 Oktober 2012. Mengapa hanya 1 hari? Karena waktu itu cuti saya sudah habis dan kebetulan sedang ada promo tiket pesawat dari Citili*k Jakarta-Medan Rp 159ribu PP, jadilah saya ambil tiket tersebut meskipun untuk penerbangan weekend saja dari hari sabtu sd minggu. Hari sabtu seharian saya gunakan untuk eksplore kota Medan, sementara hari berikutnya, saya memilih ke luar kota untuk eksplore bukit lawang. Lantas apa cukup hanya 1 hari di kota Medan? Tidak pernah ada kata cukup ketika kita sedang liburan namun dengan waktu hanya satu hari saya gunakan seefektif mungkin dan cukup banyak tempat menarik yang berhasil saya datangi.

Istana Maimun
Masjid Gang Bengkok
Waktu itu saya masih mendarat di bandara Polonia yang terletak di tengah kota sehingga praktis tidak membutuhkan banyak waktu untuk menuju pusat kota Medan. Banyak sekali sebetulnya yang bisa didatangi di Medan, kota yang “katanya” terbesar ke-3 di Indonesia ini. Transportasi umum atau angkot juga sangat mudah. Apalagi ada angkutan khusus “betor” yang bisa membawa kita kemana-mana. Harus nyobain Betor ya kalau main ke Medan. Seru!!
Lapangan Merdeka

Persinggahan saya yang pertama ke Istana Maimun yang merupakan bekas istana kesultanan Deli yang tersohor itu. Tiket Masuk cukup Rp 5ribu saja. Entah kalau sekarang mungkin harganya sudah naik :D. Cukup murah. Istana yang cukup cantik dan biasa dijadikan foto pada brosur-brosur wisata kota Medan. Ehm, meskipun istananya terlihat cukup besar jika dilihat dari jauh, namun ternyata yang boleh didatangi pengunjung/turis hanyalah sepetak ruangan kecil yang berada di tengah-tengah istana, karena ruangan-ruangan lainnya kebanyakan dipakai sebagai tempat kediaman keturunan sultan. Wah!
RM Sinar Pagi
Es Krim Tip Top
 
Soto MEdan
Berseberangan dengan Istana Maimun, terdapat Masjid Raya Al Mahsun, icon kota Medan yang sangat terkenal itu. Dulu sebelum saya ke kota Medan, saya sempat kebalik-balik yang mana yang masjid raya dan yang mana istana maimun karena bentuk bangunannya agak  mirip. Hehe! Well, kata orang-orang sih, Masjid Raya Al Mahsun ini merupakan masjid terbesar di kota Medan, tapi menurut saya tidak terlalu besar  sebetulnya..:). Masjid ini terlihat sangat historic karena merupakan masjid peninggalan sultan deli.

Tidak jauh dari kawasan masjid raya dan istana maimun, masih di kawasan pusat kota Medan, saya melanjutkan perjalanan ke kawasan kota Tua Kesawan. Kawasan kota lama Medan dengan banyak bangunan bersejarah peninggalan Belanda, icip-icip es krim legendaris di Restauran Tip Top di kawasan kesawan. Harganya memang agak sedikit mahal untuk ukuran es krim, tapi rasanya memang sangat spesial. Variasi es krimnya pun sangat banyak. Mungkin mirip es krim ragusa di Jakarta. Tidak jauh dari kawasan kota tua kesawan, terdapat Lapangan Merdeka, tempat kongkow anak muda dan jika malam hari akan ramai dengan live music dan aneka macam kuliner. Kulineran lain yang saya coba yakni Soto Medan di RM Sinar Pagi. Kenapa disini? Karena katanya pak SBY juga pernah kesini dan katanya lagi ini selalu ramai oleh pengunjung jadi saya pikir pasti tidak akan mengecewakan. Dan memang benar, waktu itu masih cukup pagi namun pengunjung sudah membludak.
Depan Balai kota Medan
Saya juga menyempatkan diri untuk ekplore kawasan little India di Kampung Madras (dulu namanya kampong keling) dengan Sri Mariaman Temple-nya. Sayangnya waktu itu saya tidak bisa masuk ke temple karena sedang ada acara. Sri Mariaman Temple yang di Medan ini mirip dengan Sri Mariaman Temple yang ada di Pulau Penang, Malaysia. Sama-sama untuk peribadatan umat hindu India Tamil. Hal lain yang cukup menarik perhatia saya adalah terdapat pasar hindu yang tidak jauh dari kampung madras Disini banyak dijual berbagai pakaian seperti sari India.

Ada salah satu tempat yang menurut saya sangat menarik untuk di datangi juga di kota Medan yakni ke Rahmat Wildlife Galery. Seperti museum binatang di kota batu, di Rahmat Wildlife Galery ini disimpan koleksi binatang-binatang yang diburu dan diawetkan. Bedanya Rahmat Wildlife Galery ini merupakan milik pribadi. Sangat besar dan sangat lengkap. Disini saya juga tahu bahwa binatang hasil perburuan disini telah mendapat ijin ketika dilakukan perburuan yang sebagian besar di lakukan di Afrika dimana ketika berburu kita tidak bisa seenaknya memburu binatang tapi harus memilih binatang tertentu seperti binatang yang sudah tua atau sakit.
Sri Mariaman Temple
Pasar Hindu
Medan, sebuah kota metropolitan di ujung Barat Indonesia, seharusnya bisa metata dirinya dengan lebih cantik lagi karena kebanyakan para turis yang ke kota Medan hanya menjadikan kota Medan sebagai tempat transit semata untuk melanjutkan perjalanan ke Danau Toba atau Berasragi misalnya. Apalagi sekarang sudah ada bandara Kuala Namu yang lebih megah dan terhubung langsung dengan kereta bandara ke pusat kota. Kunjungan saya yang teramat singkat seakan memaksa saya untuk kembali lagi ke kota ini dan jika diberi kesempatan lagi tentunya saya akan eksplore lebih jauh lagi tempat – tempat menarik lainnya di Sumatera Utara. Oneday...^_^

Kamis, 27 November 2014

NAPAK TILAS KESULTANAN RIAU DI PULAU PENYENGAT


Perjalanan saya ke Pulau Penyengat dimulai dari batam pada hari sabtu tanggal 25 Februari 2012, kemudian menyeberang ke Pulau Bintan selama 1 jam dari Pelabuhan Telaga Pungur, Batam. Pulau Penyengat jaraknya cuma selemparan batu saja dari Kota Tanjung Pinang, Ibukota Provinsi Kepulauan Riau di Pulau Bintan, namun disinilah terdapat sisa-sisa kejayaan Kesultanan Riau. Hanya menggunakan perahu kecil selama 15 menit sebesar Rp 5.000 saja dari dermaga khusus maka sampailah saya di Pulau Penyengat. Dermaga khusus ke Pulau Penyengat ini terletak tidak jauh dari Pelabuhan sri bintang di dekat pasar. Pulau penyengat ini pun terlihat dengan jelas dari Pulau Bintan. Sepintas jika dilihat dari kejauhan, tidak nampak hal istimewa dari pulau penyengat ini. Nampak rumah – rumah apung dengan keramba–keramba ikan. Namun begitu sampai dermaga pulau Penyengat, nampaklah keunikan dari Pulau ini.

Dermaga Pulau Penyengat
Sisi Lain Pulau Penyengat





Dermaga
Masjid Sultan Riau Pulau Penyengat
Istana
Pulau Penyengat sarat dengan bangunan peninggalan kesultanan riau. Mulai dari Masjid Raya Pulau Penyengat, Istana, Makam Raja, dll. Sebetulnya untuk mengelilingi pulau ini banyak terdapat betor yang menawarkan tumpangan begitu kita sampai di dermaga pulau Penyengat. Namun saya memilih jalan kaki saja. Disamping karena pulau ini memang tidak begitu besar, dengan jalan kaki saya lebih bisa mampir ke banyak tempat menarik sepanjang jalan sesuka hati.
Balai Adat Pulau Penyengat
Selamat Datang di Pulau Penyengat
Masjid Raya Pulau Penyengat, satu-satunya masjid yang saya lihat disini tampak begitu kontras dengan temboknya yang berwarna kuning dan tangga menjulang ke atas menuju masjid yang harus ditapaki jika ingin masuk masjid ini. Di dalam masjid tampak ukiran – ukiran khas  melayu. Sangat indah meski masjid ini tidak begitu besar sebetulnya. Bekas istana raja yang sekarang berfungsi sebagai balai adat berada disisi lain pulau ini. Untuk menuju balai adat, kita akan melewati makam raja-raja kesultanan riau. Tidak begitu jauh, hanya mungkin sekitar setengah jam jalan kaki saja. Masuk kompek bekas istana harus lepas alas kaki dan di dalamnya tampak peninggalan kesultanan riau. Tidak banyak waktu yang saya habiskan di Pulau penyengat ini. Hanya setengah hari saja. Sebelum matahari terbenam pun saya sudah kembali ke pulau Bintan karena jaraknya yang begitu dekat. Jadi jika kalian tertarik untuk napak tilas bekas kesultanan Riau, monggo silahkan jalan-jalan ke Pulau Penyengat ini. Hehe….^_^