Mingun Pahtodawgyi, bangunan batubata terbesar di dunia |
Ini merupakan kelanjutan cerita saya setelah eksplore kota Mandalay dalam rangkaian perjalanan saya mengelilingi negeri Myanmar. Cerita saya sebelumnya pada waktu di kota Mandalay dapat dilihat disini :
Mengapa saya memilih kota Inwa, Amarapura, dan Mingun? Kota-kota ini terletak di sekeliling kota Mandalay dan hanya berjarak 1 jam saja dari kota Mandalay. Sayang sekali jika kita memutuskan untuk mengunjungi kota Mandalay tapi tidak sekalian ke kota Inwa, Amarapura, dan Mingun. Tapi bukan karena jarak yang dekat dari Mandalay saja yang menjadikan saya bersemangat untuk eksplore ke kota-kota tersebut, namun lebih karena kota-kota tersebut terutama Mingun merupakan bekas pusat kerajaan Myanmar kuno dengan raja Bodawpaya pada waktu itu yang membangun banyak bangunan - bangunan penting yang masih bisa kita nikmati hingga saat ini. Ok, let's begin the journey :)
Kota Mingun terletak di tepian sungai Ayeyarwadi, Mandalay. Sewaktu saya kesana, banyak sekali turis lokal yang datang karena memang bertepatan dengan hari libur. Cuaca juga sukup panas dan menyengat saat itu. Di Mingun masih sangat jarang sekali dijumpai turis asing. Turis asing yang datang ke Mingun sepertinya bisa dihitung dengan jari termasuk saya dan teman-teman yang berkali-kali sukses dikira warga Myanmar. Waktu pada waktu saya bilang bahwa saya orang Indonesia, seketika orang-orang terkejut karena memang jarang turis asing yang kesini apalagi dari Indonesia. Suasana sangat ramai waktu itu.
Salah satu daya tarik luar biasa di Mingun yakni Mingun Pahtodawgyi yang diakui sebagai bangunan batu bata terbesar di dunia . Benar-benar bangunan dengan batubata terbesar yang pernah saya lihat. Dibangun pada abad ke 18, bangunan ini tidak pernah selesai dibangun karena pernah terkena gempa bumi sehingga merusak struktur dan pondasi bangunan. Meskipun demikian, saya bersama turis-turis yang lain masih bisa menapaki tangga untuk mencapai atap Mingun Pahtodawgyi. Dari atas Mingun Pahtodawgyi terlihat dengan jelas sungai Ayeyarwadi dengan kapal yang sesekali lewat. Meskipun cuaca sangat panas waktu itu namun pemandangan dari atas cukup bagus. Banyak biksu yang naik ke atas juga. Di bawah Mingun Pahtodawgyi memang terdapat pagoda yang sering kali dipakai buat beribadat.
Tempat lain yang patut dikunjungi di Mingun yakni Mingun Bell dan "White Pagoda" Hsinbyume yang letaknya masih sederetan dengan Mingun Pahtodawgyi dan bisa dicapai dengan jalan kaki saja. Mingun Bell dengan bell / lonceng sebesar 90 Ton merupakan bell terbesar kedua di Dunia. Sayang sekali suasana sangat ramai pada waktu itu sehingga saya kurang dapat mengabadikan dalam foto dengan baik. Hsinbyume Pagoda, yang terletak di sebelah Mingun Bell, merupakan satu dari hanya sedikit pagoda di Myanmar yang berwarna putih seluruhnya. Bedanya dengan pagoda lainnya di Myanmar ialah, di Hsinbyume Pagoda, kita dapat naik sampai stupa paling atas. Meskipun suasana sangat ramai saat itu, namun saya tetap bersemangat untuk naik ke atas.
Tempat lain yang patut dikunjungi di Mingun yakni Mingun Bell dan "White Pagoda" Hsinbyume yang letaknya masih sederetan dengan Mingun Pahtodawgyi dan bisa dicapai dengan jalan kaki saja. Mingun Bell dengan bell / lonceng sebesar 90 Ton merupakan bell terbesar kedua di Dunia. Sayang sekali suasana sangat ramai pada waktu itu sehingga saya kurang dapat mengabadikan dalam foto dengan baik. Hsinbyume Pagoda, yang terletak di sebelah Mingun Bell, merupakan satu dari hanya sedikit pagoda di Myanmar yang berwarna putih seluruhnya. Bedanya dengan pagoda lainnya di Myanmar ialah, di Hsinbyume Pagoda, kita dapat naik sampai stupa paling atas. Meskipun suasana sangat ramai saat itu, namun saya tetap bersemangat untuk naik ke atas.
Pemandangan dari atas Mingun Pahtodawgyi |
Puas ubek-ubek kota Mingun, saya melanjutkan perjalanan ke kota Inwa yang berjarak setengah jam saja dari Mingun. Inwa juga menyimpan kekayaan budaya masa lalu dengan bangunan-bangunan herritage yang masih terpelihara dengan baik. Untuk menuju Inwa, mobil yang saya naiki hanya sampai ke dermaga saja, selanjutnya saya harus naik perahu untuk menyeberangi sungai karena Inwa terletak di seberang sungai. Tidak lama, hanya sekitar 5-10 menit saja naik perahu.
Begitu perahu merapat di dermaga Inwa di seberang sungai, kami langsung dikerubutin para pemilik trishaw untuk menawarkan jasanya mengantar kita keliling inwa. Demi menghemat waktu, akhirnya kami pun menyewa Trishaw yang berkapasitas maksimal 4 orang ini untuk keliling Inwa. Setidaknya ada 5 bangunan utama yang wajib dikunjungi selama di Inwa mulai dari Pagoda sampai monastery, namun karena kami juga harus mengejar sunset di Amarapura sementara hari sudah cukup sore pada waktu kami sampai ke Inwa, kami hanya mengunjungi dua objek utama saja yakni Aya Palace Site dan Maha Aungmye Bonzan Monastery yang terletak searah.
Sedikit saran saya jika kita berkunjung ke kota Inwa ialah sebisa mungkin bawalah masker. Jalanan yang masih berupa tanah dan berdebu ditambah trishaw yang hilir mudik membuat debu bertebangan kesana kemari. Saya sendiri sempat sampai radang tenggorokan dan flu gara-gara debu di Inwa. Apalagi cuaca sangat terik waktu itu.
Setelah puas menyusuri kota Inwa, kami pun melanjutkan perjalanan ke Amarapura untuk mengejar sunset dari jembatan kayu U Bein's yang pada waktu saya lihat di foto-fotonya sebelum kesini sih sangat bagus sehingga saya penasaran ingin melihat langsung. Perjalanan ke Amarapura sendiri saya tempuh sekitar 1 jam berkendara dari Inwa.
Hari sudah cukup sore ketika kami sampai ke Amarapura. Suasana sangat ramai pada waktu itu. Turis banyak sekali yang datang karena selain bertepatan dengan hari libur juga karena tepat ini memang selalu menghiasi halaman depan brosur wisata di Mandalay dan sekitarnya. Jembatan U Bein sepanjang 1,2 km ini membelah danau Taungthaman dan telah berusia 200 tahun. Struktur jembatannya sih sederhana hanya berupa jembatan kayu kecil dengan lebar sekitar 3 meter. Namun jembatan kayu ini seolah mampu menyihir siapapun yang datang kesini untuk betah berlama-lama disini karena pemandangan di sekitar jembatan ini yang indah.
Setelah puas menyusuri kota Inwa, kami pun melanjutkan perjalanan ke Amarapura untuk mengejar sunset dari jembatan kayu U Bein's yang pada waktu saya lihat di foto-fotonya sebelum kesini sih sangat bagus sehingga saya penasaran ingin melihat langsung. Perjalanan ke Amarapura sendiri saya tempuh sekitar 1 jam berkendara dari Inwa.
Taungthaman Lake, Amarapura |
U Bein Bridge, Amarapura |
Sunset at Amarapura |
Pemandangan sunset yang indah di Amarapura mengakhiri perjalanan saya di Myanmar. Sangat singkat sebetulnya waktu selama seminggu di Myanmar. Malam itu saya harus kembali ke Yangon dengan menggunakan bus malam dan kembali lagi ke Indonesia keesokan harinya. Bye Myanmar ^_^
Sunsetnya luar biasa, bangunannya juga amazing ya, tapi aku masih urung ke Myanmar karena perlakuan mereka ke rohingya
BalasHapus@nia : wah... buruan kesana sblm menjadi semakin ramai dengan turis. kalau daerah2 yang aku kunjungi penduduknya ramah2 kok. karena memang daerah wisata. tenang....
BalasHapusmaaf baru balas. baru baca. gmn perjalanan ke myanmarnya? pasti seru ya? aku lbh sering cek twitter ato email. :p waktu itu explorea amarapura, inwa dan mingun sewa mobil seharian dari subuh sampai malam dari kota mandalay sama teman2 berlima total. hehe! ojek sepertinya di terminal bus banyak tapi harganya kurang tahu klo ojek.
BalasHapusBrapa biaya sewanya taksi ke kota2 tua seharian?
BalasHapus@Indra : saya bersama teman2 sewa taxi orang mulai dari subuh sampai malam seharian sebesar 55ribu kyat (sekitar Rp 600rb) untuk 5 orang. Sudah ke 3 kota ( Amarapura, Inwa, dan Mingun). Sewanya dari terminal bus Mandalay, on the spot aja waktu itu. dr awal mau sewa dah deal mau kemana-mana aja.
BalasHapus